Selasa, 26 Juni 2012

KOMUNIKASI ANAK


1.     PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Anak merupakan sumberdaya insani muda usia yang membutuhkan perhatian orang dewasa. Perhatian tersebut mengarahkan anak kepada proses pertumbuhan dan perkembangan yang baik sebagai seorang anak. Kelak diharapkan menjadi anak yang tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhannya. Orang dewasa yang memperhatikannya adalah orang-orang yang terdekat dengan kehidupan anak, yang selalu memperlihatkan kasih sayang dalam memenuhi kebutuhan anak.
Anak juga merupakan generasi penerus keluarga yang perlu dipersiapkan sejak dini. Harapan keluarga agar kelak menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan cita-cita bangsa.
Sehubungan dengan hal tersebut, interaksi antara orangtua dan anak dipandang sangat menentukan dasar pembekalan pada seorang anak. Agar proses tumbuhkembang anak terjamin dan berlangsung secara optimal. Kebutuhan dasar anak di tingkat keluarga harus terpenuhi. Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang orangtua maupun anggota keluarga lainnya.
 Lingkungan pertama dan utama yang dapat mengarahkan seorang anak untuk menghadapi kehidupannya adalah keluarga. Melalui keluarga, anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya serta menyimak nilai-nilai sosial yang berlaku. Keluarga pulalah yang memperkenalkan anak kepada lingkungan yang lebih luas, dan ditangan keluargalah anak dipersiapkan untuk menghadapi masa depannya dengan segala kemungkinan yang timbul.
Perilaku anggota keluarga terhadap anak yang baik memberikan hasil yang baik pula terhadap perilaku anak. Anak berkembang tanpa harus merasakan tekanan secara mental. Tekanan mental dapat diakibatkan karena kesalahan komunikasi yang dilakukan oleh orangtua atau anggota keluarga lainnya. Berdampak kepada kepribadian anak secara keseluruhan.



B.       Pembatasan masalah
Permasalahan komunikasi anak sangat banyak, terutama masalah komunikasi dari keluarga dan lingkungan. Perkembangan anak menambah intensitas komunitas dengan orang disekitarnya. Makalah ini membatasi pada masalah yang di temukan pada anak usia dini.

C.      Perumusan Masalah
Komunikasi keluarga telah menjadi bidang studi yang bisa diidentifikasi dalam disiplin ilmu komunikasi. Komunikasi keluarga mengadopsi ilmu lain seperti sosiologi dan psikologi. Salah satu ilmu lain tersebut yaitu ilmu psikologi untuk menganalisis pengaruh pola komunikasi keluarga dalam fungsi sosialisasi keluarga terhadap perkembangan anak. Komunikasi yang menjadi perhatian adalah komunikasi antar pribadi antara orangtua dan anak.
Anak adalah pewaris, penerus dan calon pengemban bangsa. Secara lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial ekonomi suatu bangsa. Dalam arti individual, anak bagi orangtuanya mempunyai nilai khusus yang penting pula. Dalam kedua aspek tersebut yang diharapkan adalah agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat secara fisik, mental dan psikososial sebagai sumberdaya manusia yang berkualitas.
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis, tumbuhkembang fisik, mental dan psikososial berjalan demikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan/penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik dan tidak terdeteksi secara nyata, maka membutuhkan perawatan yang bersifat purna seperti; promotif, preventif dan rehabilitatif.
Periode masa kehidupan balita merupakan periode kritis. Apabila lingkungan menunjang maka anak tersebut akan mulus melalui periode kritis ini dan ia bahkan mendapatkan nilai tambah. Sebaliknya apabila lingkungannya tidak mendukung maka tumbuhkembang anak akan terhambat, dengan berpandangan prospektif positif dapatlah dikatakan bahwa periode kritis ini merupakan masa/tahun keemasan dan dengan demikian sudah selayaknya dimanfaatkan secara maksimal dengan memberikan peluang untuk mengoptimalisasi tumbuhkembang anak.
Makalah ini mengambil kasus tentang komunikasi anak terutama di keluarga. Timbul asumsi awal bahwa komunikasi anak dapat berbeda tergantung kosakata bahasa dan usia pada anak usia dini. Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang diajukan adalah ”Seperti apa komunikasi pada anak usia dini?
Dari pertanyaan penelitian tersebut dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa sebenarnya komunikasi pada anak usia dini?
2. Berapa kata dan apa saja yang dikomunikasikan anak usia dini?
3. Apa saja macam-macam dan faktor komunikasi anak usia dini?
4. Bagaimana tehnik berkomunikasi dengan anak usia dini?

D.      Tujuan Makalah
Secara umum makalah ini bertujuan untuk mempelajari komunikasi anak usia dini, sedangkan secara khusus tujuan makalah adalah:
1. Mengetahui komunikasi anak usia dini.
2. Mengetahui penggunaan kata-kata pada anak usia dini.
3. Mengetahui macam-macam dan faktor komunikasi anak usia dini.
4. Mengetahui tehnik berkomunikasi dengan anak usia dini.

E.       Manfaat Makalah
Makalah ini didasarkan pada perhatian terhadap komunikasi anak dan mengidentifikasi beberapa faktor antara lain: kata-kata, macam-macam, dan faktor komunikasi anak usia dini. Selain itu makalah ini diharapkan dapat mempunyai manfaat bagaimana orangtua ataupun guru memiliki tehnik berkomunikasi pada anak usia dini.




2.     PEMBAHASAN

A.      Pengertian
i.                    Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan usaha-usaha untuk mengelompokkan, memilih-milih dan mengirimkan lambang-lambang sedemikian rupa yang dapat membantu seorang pendengar atau penerima berita mengamati atau menyusun kembali dalam fikirannya arti atau makna yang terkandung dalam fikiran komunikator. Komunikasi  adalah usaha, tingkah laku atau kegiatan penyampaian informasi mengenai pikiran, makna atau perasaan. Komunikasi merupakan proses di mana informasi disampaikan pada orang lain melalui simbol-simbol,tanda-tanda atau tingkah laku (Perawatmaju, 2011).
ii.                  Anak
Anak adalah makhluk individu yang berada dalam lingkungan sosial. Perkembangan anak dari bayi sampai dewasa merupakan proses interaksi dengan lingkungannya. Anak sebagai makhluk individu dan makhluk social diharapkan dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Moleong, 2004) Pada usia 2 – 6 tahun, tahapan perkembangan anak termasuk pada fase pre-operasional konkrit (Hurlock, 1996). Oleh karena itu, dalam setiap aktivitas pembelajaran dan proses komunikasi dengan anak usia dini dituntut untuk selalu menggunakan kalimat-kalimat efektif. Pendidik harus bisa menggunakan bahasa/kata-kata positif ketika berinteraksi dengan anak.
Anak merupakan aset keluarga yang harus dijaga dengan baik, kelak anak-anak kita akan menjadi aset bangsa dan negara, yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara tersebut, sehingga diperlukan bimbingan dan pengawasan yang baik serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan jauh serta paham akan fungsinya sebagai generasi penerus.



iii.                Komunikasi Anak
Komunikasi anak yaitu usaha, tingkah laku atau kegiatan penyampaian informasi mengenai pikiran, makna atau perasaan pada anak terutama anak usia dini. Komunikasi di keluarga, peran orangtua menjadi sangat penting kualitas  komunikasi anak sangat dipengaruhi oleh sejauh mana orangtua berkomunikasi kepadanya. Komunikasi akan sukses apabila orangtua memiliki kredibilitas di mata anaknya. Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa dari orangtua ke anak atau anak ke orangtua, atau anak ke anak. Dalam komunikasi keluarga tanggung jawab orangtua adalah mendidik anak, maka komunikasi yang terjadi dalam keluarga bernilai pendidikan. Ada sejumlah norma yang diwariskan orangtua kepada anak misalnya norma agama, norma akhlak, norma sosial, norma etika, dan juga norma moral (Bahri, 2004 dalam Fajarwati, 2011).

B.       Kata-Kata dalam Komunikasi Anak
i.                  Perbendaharaan kata
Berdasarkan bentuk dan makna (yang diucapkan dan dimengerti) hanya kosakata bicara, kosakata komprehensi tidak dihitung, (sebab memang tidak mungkin dihitung)
􂀕 ada beberapa kasus pemaknaan kata pada anak;
􂀕 kata tugas muncul kemudian, lebih dahulu nomina dan verba
Jumlah & jenis kosakata anak tidak sama, tergantung pada inteligensi anak, pajanan yang diberikan, dan intensitas interaksi verbal.
Tabel 1. Usia dan jumlah kosakata anak usia 1 sampai 8 tahun.
Usia (Tahun)
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah Kata
4-20
500-200
2-4 ribu
4-6 ribu
5-8 ribu
10-12 ribu
± 16 ribu
± 20 ribu

Jumlah kosa kata yang diakuisisi anak sebelum 2 tahun sekitar 50 kata. Jumlah ini akan meledak begitu orang dewasa berkomunikasi dengan kata-kata riil dan mampu menafsirkan kata-kata anak. Jika tidak, anak akan memfokuskan pada “parole” dan hal itu berefek pada keinginannya untuk berkomunikasi. Setelah usia ini, anak akan mengakuisisi 50 kata per bulan dan pada akhir TK akan mencapai 8000 hingga 14.000 kata. Setelah usia 6 tahun, kosakata anak berkembang sangat pesat (20-50 kata perhari), karena mereka :
Σ mulai dapat mengambil perspektif ,
Σ mulai memahami konsep bagian dan kesatuan,
Σ tahu sinonim, antonim
Σ pandai mengekspresikan diri;
Σ baik dalam komprehensi, bernalar, dan memcahkan masalah
Σ belajar mempengaruhi pikiran orang lain
Σ peka terhadap humor, plesetan, permainan kata-kata, tebak-tebakan
Σ adakalanya masih berjuang menyempurnakan sintaksis
ii.                  Panjang kalimat
􂀕 selaras dengan angka tahun umurnya, misal, 1 tahun 1 kata/kalimat
􂀕 dihitung jumlah morfem dalam 100 kalimat : jumlah kalimat
iii.                Percakapan
􂀕 < 3 tahun anak masih terus berganti-ganti topik dalam 1 kali percakapan
􂀕 ketahanan terhadap topik meningkat setelah usia 4 tahun
􂀕 anak belum memahami betul pragmatika bahasa
􂀕 muncul tuturan privat
iv.                Presentasi lisan
􂀕 Dipengaruhi oleh pemerolehan fonem dan fona : cadel atau tidak
􂀕 Dipengaruhi ada tidaknya gangguan berbahasa : gagap
􂀕 Perkembangan presentasi lisan
- mendekut
- meraban non komunikatif
- meraban komunikatif (protodeklaratif dan protoimperatif)
- vokal-konsonan, konsonan-vokal (lebih dahulu bilabial : b, m, p)
- suku kata ultima (akhir) (suku awal masih sulit diucapkan)
- kalimat satu kata (masih substitusi bunyi dental: [k] pada awal>[t]; [ɖ] > [d]
- kalimat 2 kata (telegrafik)mengalami kesulitan mengucapkan bunyi tril, klaster, dan mendelisikannya
- kalimat tiga kata dan seterusnya (adakalanya masih mengalami substitusi untuk tril [r] dan klaster [str], [kr])
v.                  Perilaku nonverbal
􂀕 menirukan perilaku berbicara orang dewasa
􂀕 menggerak-gerakkan tangan secara berlebihan atau sebaliknya;
􂀕 adakalnya belum dapat membuat gesture yang tepat;
􂀕 proksemik harus dekat, tidak nyaman dengan proksemik standar
vi.                Kompleksitas sintaksis
􂀕 kalimat satu kata berkembang ke kalimat tunggal
􂀕 kalimat majemuk setara (lalu, terus) usia 3 tahun
􂀕 kalimat majemuk bertingkat, usia 5 tahun
􂀕 kalimat majemuk sempurna (tanpa kekeliruan), setelah 7 tahun
vii.              Cara mengatur pikiran
􂀕 bahasa digunakan anak untuk berpikir, membentuk konsep, mengingat, dan memecahkan persoalan;
􂀕 mana yang didahulukan anak? Pivot grammar, SV atau VS? Umumnya SV
􂀕 anak mendahulukan sapaan, verba, atau nomina subjek? (umumnya anak menggunakan sapaan atau panggilan sebelum berbicara)
viii.  Kecenderungan anak belajar berbicara
1) Berbicara merupakan sarana utama dalam bersosialisasi. Anak yang mudah berkomunikasi lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima (sebagai anggota kelompok)
2) Berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan akan selalu dibantu dan belum dianggap mandiri. Hal ini menghambat anak menjadi percaya diri dan mandiri. (Musfiroh, 2005)

  1. Macam-Macam dan Faktor Komunikasi Anak
Komunikasi adalah kombinasi dari penggabungan tingkah laku verbal dan non verbal dengan tujuan untuk memberikan informasi (Arnold dan Boggs, 2007 dalam Musfiroh, 2005). Komunikasi verbal dihubungkan dengan penggunaan kata yang memerlukan mekanisme psikologis dan kognitif. Sedangkan komunikasi non verbal adalah semua bentuk komunikasi selain berbahasa (Sundeen et al, 1985). Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan maksud dan tujuan yang ingin dicapainya. Proses komunikasi akan melibatkan perilaku dan hubungan yang memungkinkan individu berhubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya (Potter dan Perry, 1997).
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan anak usia dini yaitu pendidikan, pengetahuan, sikap, usia tumbuh kembang, status kesehatan anak, sistem sosial, saluran, dan lingkungan (Perawatmaju, 2011).

  1. Tehnik Berkomunikasi dengan Anak
i.           Melalui orang lain atau pihak ketiga
Menghindari berkomunikasi langsung dengan melibatkan orangtua secara langsung yang berada di sampingnya.Selain itu dapat digunakan dengan mengomentari tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.
ii.         Bercerita
Dengan cara ini, pesan yang akan disampaikan dengan mudah dapat diterima oleh anak mengingat anak sangat suka dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang disampikan yang dapat diekspresikan melalui tulisan atau gambar.
iii.       Memfasilitasi
Dalam memfasilitasi, kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harsanak harus diberikan respon terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian.


iv.       Biblioterapi
Pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan. Dengan menceritakan isi buku atau majalah sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan kepada anak.
v.        Meminta untuk menyebutkan keinginan
Meminta anak untuk menyebutkan keinginan sehingga dapat diketahui berbagai keluhan yang didapatkan dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.
vi.      Pilihan pro dan kontra
Mengajukan pada situasi yang menunjukkan pilihan positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.
vii.    Penggunaan skala
Penggunan skala atau peringkat ini dapat digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak,cemas,sedih dan lain-lain dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaannya.
viii.  Menulis
Melalui tehnik ini anak dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau yang lainnyadan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam.
ix.      Menggambar
Menggambar juga dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel marah biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkannya apabila ditanyakan tentang maksud dari gambarnya.
x.         Bermain
Merupakan alat efektif dalam membantu anak untuk berkomunukasi, hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang di sekitarnya dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat disampaikan.

 

3.     PENUTUP

A.      Kesimpulan
Komunikasi anak yaitu usaha, tingkah laku atau kegiatan penyampaian informasi mengenai pikiran, makna atau perasaan pada anak terutama anak usia dini. Jumlah & jenis kosakata anak tidak sama, tergantung pada inteligensi anak, pajanan yang diberikan, dan intensitas interaksi verbal.
Komunikasi adalah kombinasi dari penggabungan tingkah laku verbal dan non verbal dengan tujuan untuk memberikan informasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan anak usia dini yaitu pendidikan, pengetahuan, sikap, usia tumbuh kembang, status kesehatan anak, sistem sosial, saluran, dan lingkungan.
Tehnik berkomunikasi dengan anak usia dini dapat melalui orang lain atau pihak ketiga, bercerita, memfasilitasi, biblioterapi, meminta untuk menyebutkan keinginan, pilihan pro dan kontra, penggunaan skala, menulis, menggambar, dan bermain.

B.       Saran
Saran dari makalah ini untuk makalah selanjutnya lebih memperdalam bahasan mengenai anak usia dini dengan batasan umur. Batasan umur ini mempermudah menyikapi sikap dan tehnik komunikasi anak usia dini tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

Fajarwati, Mila. 2011. Pola Komunikasi Orang Tua dengan Anak Remaja dalam Berinternet Sehat di Surabaya. FISIP UPN. Surabaya.
Hurlock, E. 1996. Perkembangan Anak. Erlangga. Jakarta.
Moleong, L. J. 2004. Teori dan Aplikasi Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences).  Pasca Sarjana UNJ. Jakarta.
Musfiroh, T. 2005. Perkembangan Bahasa dan Komunikasi pada Anak Usia Dini. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Perawatmaju. 2011. Komunikasi pada Anak dan Keluarga.
Potter, P. A. dan Perry, A. G. (1997). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice. 4th Ed. (Terj. Yasmin Asih, et.al.). Jakarta: EGC.
Sundeen, Sandra J., Stuart, Gail Wiscarz., Rankin, Elizabeth DeSalvo., & Cohen, Sylvia Ann. (1985). Nurse- client interaction implementing the nursing process (3th ed.). St. Louis: C.V. Mosby Company.
 
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Komunikasi
oleh: Kelompok II
1.  Ludvi Kamalikasari
2.  Fitri Auliah S
3.  Erma Hermawati
4.  Devi Nurhayati
5.  Rr. Dian Novita A

PENGERTIAN DAN PRINSIP SUPERVISI PENDIDIKAN


1.     PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Di era global sekarang ini, pendidikan merupakan sesuatu yang penting bagi semua orang karena pendidikan merupakan akar dari peradaban sebuah bangsa. Pendidikan sekarang telah menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki setiap orang agar dapat menjawab tantangan kehidupan. Untuk memperoleh pendidikan banyak cara yang bisa ditempuh, diantaranya melalui pendidikan formal dan non-formal.
Proses belajar mengajar di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Berbagai tulisan yang dikemukakan para pakar pendidikan tentang peran-peran (multiperan) yang diemban oleh guru di lingkungan sekolah yang utama adalah sebagai pendidik, pengajar dan pelatih peserta didik. Akan tetapi, sesuai adanya perkembangan baru sekitar proses belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan perannya, karena proses belajar mengajar sebagian besar ditentukan oleh peran guru di sekolah.
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) melalui profesionalisme kompetensi guru TK, kondisi kelas pendukung proses pembelajaran efektif, sistem monitoring, sosialisasi kurikulum kepada orangtua dan masyarakat (Bungai, 2008). Sistem monitoring dalam proses belajar mengajar untuk peningkatan hasil belajar murid dapat dilakukan supervisi. Supervisor membantu untuk mengetahui kekurangan dan kebutuhan guru untuk meningkatkan proses belajar mengajar dengan mengobservasi kegiatan dalam kelas secara teratur dan kontinu.

1.2.  Tujuan
Tulisan bertujuan untuk menjelaskan pengertian dan prinsip supervisi pendidikan.



2.     PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Supervisi
Supervisi secara etimologi berasal dari kata "super" dan "visi" yang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktifitas, kreativitas, dan kinerja bawahan. Terdapat beberapa istilah yang hampir sama dengan supervisi, bahkan dalam pelaksanaannya istilah-istilah tersebut sering digunakan secara bergantian. Istilah-istilah tersebut antara lain: pengawasan, pemeriksaan, dan inspeksi. Pengawasan mengandung arti suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan dimaksudkan untuk melihat bagaimana kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan. Inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan (Setyono, 2005).
Untuk memperoleh pemahaman dan wawasan tentang supervisi, berikut dikemukakan beberapa pengertian supervisi dari para ahli. Charter Good's Dictionary of Education (dalam Mulyasa, 2002), mendefinisikan supervisi sebagai segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, untuk memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran, dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran. Sementara dalam Petunjuk Pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah, supervisi diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik (Depdikbud, 1994).
Sedangkan Pidarta memandang supervisi sebagai kegiatan membina atau membimbing guru agar bekerja dengan betul dalam mendidik dan mengajar siswanya (Pidarta, 1992). Diantara beberapa definisi supervisi diatas terdapat beberapa kesamaan yaitu:
(1)  merupakan suatu proses pemberian bantuan, pengarahan, dan pembinaan,
(2)  pengajaran ditujukan kepada guru-guru,
(3)  bukan mencari kesalahan bawahan,
(4)  diberikan untuk membantu meningkatkan dan memperbaiki kemampuan guru dalam pengajaran,
(5)  meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dengan kata lain, supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif (Purwanto, 2010).

2.2.  Tujuan Supervisi
Beberapa kajian terhadap pengertian supervisi dapat disimpulkan bahwa supervisi bertujuan mengembangkan iklim yang kondusif dan lebih baik dalam kegiatan belajar mengajar, melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar. Dengan kata lain tujuan supervisi pengajaran adalah membantu dan memberikan kemudahan kepada para guru untuk belajar bagaimana meningkatkan kemampuan mereka guna mewujudkan tujuan belajar peserta didik (Setyono, 2005).
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Burton (dalam Purwanto, 2010) dalam buku, “Supervision a Social Process”, sebagai berikut: “Supervision is an expert technical service primarily aimed at studying and improving co-operatively all factors which affect child growth and development”. Sesuai dengan rumusan tersebut, maka:
(1) supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan,
(2) tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar-mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang proses belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat  pelajaran,  prosedur  dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya,
(3) fokusnya pada setting for learning, bukan pada seseorang atau sekelompok orang. Semua orang, seperti guru-guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah lainnya, adalah teman kerja (co-workers) yang sama-sama bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar-mengajar yang baik.
Secara khusus, Amatembun (dalam Mulyasa, 2002) mengemukakan bahwa tujuan supervisi adalah untuk :
(1) membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah dalam merealisasikan tujuan tersebut,
(2) memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknva menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif,
(3)  membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan belajar mengajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan-perbaikan,
(4) meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lain terhadap cara kerja yang demokratis dan komprehensif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong-menolong,
(5) memperbesar semangat guru-guru meningkatkan motivasi berprestasi untuk mengoptimalkan kinerja secara maksimal dalam profesinya,
(6)  membantu kepala sekolah untuk mempopulerkan pengembangan program pendidikan di sekolah kepada masyarakat,
(7)  melindungi orang-orang yang disupervisi terhadap tuntutan-tuntutan yang tidak wajar dan kritik-kritik yang tidak sehat dari masyarakat,
(8)  membantu kepala sekolah dan guru-guru dalam mengevaluasi aktivitas untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik,
(9)  mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan di antara guru-guru.
Sedangkan Sergeovanni (dalam Pidarta, 1992), menyatakan bahwa sehubungan dengan tujuan supervisi adalah:
(1) tujuan akhir adalah untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan siswa,
(2)  tujuan kedua adalah membantu kepala sekolah dalam menyukseskan program pendidikan dari waktu ke waktu secara kontinu,
(3) tujuan dekat adalah bekerja sama mengembangkan proses belajar mengajar yang tepat, dan
(4)  tujuan perantara adalah membina guru-guru agar dapat mendidik para siswa dengan baik atau menegakkan disiplin secara manusiawi.

2.3.  Prinsip-Prinsip Supervisi
Dalam melaksanakan tugasnya kepala sekolah yang berfungsi sebagai supervisor hendaknya memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip supervisi menurut Hariwung (1989) dan Sahertian (1994) adalah:
(1) supervisi hendaknya bersifat ilmiah yang mencakup unsur-unsur (a) sistematis, berarti dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinu; (b) objektif, artinya data yang didapat berdasarkan pada observasi nyata, bukan tafsiran pribadi; (c) menggunakan alat (instrumen) yang dapat memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar; (d) supervisi dilakukan berdasarkan prinsip demokratis, bukan karena takut atau karena intimidasi atasan, tetapi dilakukan atas dasar kekeluargaan, melalui musyawarah, saling memberi dan menerima; (e) supervisi dilakukan dengan cara bekerja sama atau kooperatif dan selalu mengarahkan kegiatannya untuk mencapai tujuan bersama dengan menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik; (f) supervisi dilakukan atas dasar kreativitas dan inisiatif guru sendiri dimana supervisor hanya memberikan contoh dan dorongan agar tercipta situasi belajar mengajar yang lebih baik; (g) supervisi dilakukan secara terbuka, tidak sembunyi-sembunyi, melainkan dengan cara terus-terang melalui pemberitahuan resmi atau tidak resmi sehingga guru yang akan disupervisi tahu bahwa dirinya akan disupervisi; (h) supervisi hendaknya dilakukan secara profesional, berkesinambungan, dan teratur sehingga diharapkan tercipta self supervision.
(2)  memperhatikan beberapa prinsip supervisi, sehingga dalam pelaksanaan supervisi hendaknya menghindari kesan sebagai berikut: (a) mencari-cari kesalahan dalam melaksanakan supervisi; (b) pelaksanaan supervisi yang sekedar formalitas; (c) tidak adanya rencana yang rinci secara sistimatis; (d) supervisi hanya diperuntukkan pada guru-guru tertentu saja (tidak menyeluruh) dan tidak kontinu; (e) tidak memberikan solusi dan tindak lanjut bila ditemukan kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang dilakukan oleh guru; (f) hubungan bersifat birokratif atau sebaliknya membebaskan terhadap guru-guru yang disupervisi; (g) menakut-nakuti dengan memberikan beberapa bentuk sanksi yang akan diberikan; (h) tidak menghargai dan tidak memahami terhadap kemampuan, martabat, dan keunikan yang dimiliki tiap-tiap guru; (i) bersifat sombong menonjolkan diri bahwa dialah yang paling pandai; (j) memberikan nasehat diluar tugasnya tanpa diminta oleh guru yang disupervisi.


















3.     KESIMPULAN

3.1.  Kesimpulan
Pada lembaga pendidikan sekolah dasar yang menjadi supervisor adalah kepala sekolah. Kepala sekolah mengarahkan dan membimbing guru dalam sekolah atau mensupervisi guru. Supervisi merupakan bantuan yang diberikan kepada seluruh staf dan guru untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang baik. Tujuan supervisi ialah membantu memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan sekolah sehingga tercapai kondisi belajar mengajar yang baik. Berlandaskan tujuan supervisi tersebut diharapkan guru dapat bekerja keras, demokratis, ramah, sabar, luas pandangan, sopan santun, jujur, suka humor, konsisten, fleksibel, dan lain-lain.
Supervisi hendaknya bersifat ilmiah yang mencakup unsur-unsur sistematis, objektif, menggunakan alat (instrumen), supervisi dilakukan berdasarkan prinsip demokratis, supervisi dilakukan dengan cara bekerja sama atau kooperatif, supervisi dilakukan atas dasar kreativitas dan inisiatif guru sendiri, supervisi dilakukan secara terbuka, supervisi hendaknya dilakukan secara profesional, berkesinambungan, dan teratur sehingga diharapkan tercipta self supervision.





DAFTAR PUSTAKA

Bungai, J. 2008. Peningkatan Pemerataan, Mutu, Relevansi, Tata Kelola dan Akuntabilitas Pendidikan Taman Kanak-Kanak. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 15, Nomor 2, Juni 2008, hlm 74 – 81. Palangkaraya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hariwung, A. J. 1989. Supervisi Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Mulyasa. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pidarta, M. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Purwanto, M. N. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sahertian, P. 1994. Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta : Andi Offset.
Setiyono, 2005. Supervisi Pendidikan Sekolah Dasar. JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL. 6, NO.1, 2005: 1 – 60. Surabaya.

 
Mata Kuliah: Administrasi Pendidikan





Anggota Kelompok:

1.  Ludvi Kamalikasari
2.  Fitri Auliah S
3.  Sintia Sari
4.  Uswathun Hasanah
5.  Reni Mulyani